• (0552) 2027004
  • +62 813-5187-7720
  • This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
  • Senin - Kamis 07.30 - 16.00 WITA & Jumat 07.30 - 16.30 WITA

11. PERMOHONAN GRASI

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 
Image

PENDAHULUAN

Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Grasi, pada dasarnya, pemberian dari Presiden dalam bentuk pengampunan yang berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan putusan kepada terpidana. Dengan demikian, pemberian grasi bukan merupakan persoalan teknis yuridis peradilan dan tidak terkait dengan penilaian terhadap putusan hakim. Pemberian grasi bukan merupakan campur tangan Presiden dalam bidang yudikatif, melainkan hak prerogatif Presiden untuk memberikan ampunan. Kendati pemberian grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan pengadilan, tidak berarti menghilangkan kesalahan dan juga bukan merupakan rehabilitasi terhadap terpidana.

Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan terpidana sebagaimana dimaksud setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung. Pemberian grasi oleh Presiden dapat berupa :

  1. peringanan atau perubahan jenis pidana;
  2. pengurangan jumlah pidana; atau
  3. penghapusan pelaksanaan pidana.

DASAR HUKUM

  1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi
  2. Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi;
  3. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 tanggal  15 Juni 2016
  4. Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 213/KMA/SK/XII/2014 tentang Pedoman Sistem Kamar pada Mahkamah Agung

PEMOHON GRASI

Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Grasi yang berhak mengajukan grasi adalah

  1. Terpidana atau kuasa hukumnya;
  2. Keluarga terpidana, dengan persetujuan terpidana.
  3. keluarga terpidana tanpa persetujuan terpidana, dalam hal terpidana dijatuhi pidana mati
  4. Demi kepentingan kemanusiaan dan keadilan, menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat meminta para pihak mengajukan permohonan grasi.

PUTUSAN PEMIDANAAN YANG DAPAT DIAJUKAN PERMOHONAN GRASI

  1. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  2. Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, penjara seumur hidup, penjara paling rendah 2 (dua) tahun.

 JANGKA WAKTU PENGAJUAN

  • Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 tanggal  15 Juni 2016, ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 200, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 5150) dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  • Bahwa berdasarkan hal tersebut  permohonan grasi yang diajukan sejak lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 tanggal  15 Juni 2016 tidak dibatasi oleh tenggang waktu tertentu.
  • Permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali (UU 5 Tahun 2010)

PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN GRASI

  1. Permohonan grasi diajukan secara tertulis oleh terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya, kepada Presiden.
  2. Salinan permohonan grasi disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung.
  3. Permohonan grasi dan salinannya dapat disampaikan oleh terpidana melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana.
  4. Dalam hal permohonan grasi dan salinannya diajukan melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kepala Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan permohonan grasi tersebut kepada Presiden dan salinannya dikirimkan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan grasi dan salinannya.
  5. Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan salinan permohonan grasi, pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan dan berkas perkara terpidana kepada Mahkamah Agung.

PENANGANAN PERMOHONAN GRASI DI MAHKAMAH AGUNG

  1. Administrasi permohonan grasi pada Mahkamah Agung dilaksanakan oleh Kepaniteraan Muda Pidana, Kepaniteraan Muda Pidana Khusus dan Kepaniteraan Muda Pidana Militer;
  • Kepaniteraan Muda Pidana Militer mengadministrasikan permohonan grasi yang diajukan pemohon yang diadili oleh Pengadilan Militer;
  • Kepaniteraan Muda Pidana mengadimistrasikan permohonan grasi yang diajukan oleh  pemohon yang diadili oleh Pengadilan Negeri dalam ruang lingkup perkara pidana yang diatur dalam KUHP
  • Kepaniteraan Muda Pidana Khusus mengadministrasikan permohonan grasi yang diajukan  oleh  pemohon yang diadili oleh Pengadilan Negeri dalam ruang lingkup perkara pidana yang diatur di luar KUHP
  1. Kepaniteraan Muda Perkara akan mendaftarkan permohonan grasi setelah berkas dinyatakan lengkap. Perkara grasi pidana umum didaftarkan dengan struktur nomor perkara XX/MA/Tahun (Contoh 2/MA/2020). Perkara grasi pidana khusus didaftarkan dengan struktur nomor perkara XX SUS/MA/Tahun (contoh 2 SUS/MA/2020). Perkara grasi pidana militer didaftarkan dengan struktur nomor perkara XX M/MA/Tahun ( contoh 2 M/MA/2020)  
  2. Kepaniteraan Muda Perkara meneruskan berkas permohonan grasi kepada Ketua Mahkamah Agung untuk  menetapkan hakim agung yang  ditunjuk untuk memberikan pertimbangan  kepada   Ketua Mahkamah Agung dapat mendelegasikan penunjukan hakim agung yang memberikan pertimbangan permohonan grasi kepada Ketua Kamar Pidana atau Ketua Kamar Militer.
  3. Berdasarkan penetapan/penunjukan Ketua Mahkamah Agung, Kepaniteraan Muda Perkara mendistribusikan berkas perkara kepada Hakim Agung yang bersangkutan.
  4. Hakim Agung yang ditunjuk memberikan pertimbangan paling lama 3 bulan sejak berkas permohonan grasi didistribusikan kepadanya.
  5. Lembar pertimbangan hakim agung disampaikan kepada Ketua Mahkamah Agung untuk dipertimbangkan sebagai pertimbangan lembaga;
  6. Panitera Muda Perkara mengirim pertimbangan yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden RI melalui Sekretariat Negara. Tanggal kirim ke Sekretariat Negara menjadi indikator selesainya tugas/fungsi Mahkamah Agung dalam permohonan grasi.

 

DASAR HUKUM

Dasar Hukum
    1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 14
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
    3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman
    4. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Jo Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
    5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 (tentang Perubahan Pertama dan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
      Mahkamah Agung RI).
    6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Grasi.
    7. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2015 Jo Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan
    8. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
    9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan.
    10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan
    11. Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2007 tentang Pemberlakuan Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
    12. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 026/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan.
    13. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 77/DJU/SK/HM02.3/2/2018 tentang Pedoman Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri Jo Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 3239/DJU/SK/HM02.3/11/2019 tentang Perubahan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan PeradilanUmum Nomor 77/DJU/SK/HM02.3/2/2018 tentang Pedoman Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu PadaPengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR PELAYANAN

Standar Pelayanan

2024 @ Template PN Tanjung Selor

Please publish modules in offcanvas position.