• (0552) 2027004
  • +62 813-5187-7720
  • This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
  • Senin - Kamis 07.30 - 16.00 WITA & Jumat 07.30 - 16.30 WITA

1. PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA PIDANA BIASA (DEWASA)

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 
Image
Penunjukan hakim atau majelis hakim dilakukan oleh KPN setelah Panitera mencatatnya di dalam buku register perkara seterus¬nya diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menetapkan Hakim/ Majelis yang menyidangkan perkara tersebutKetua Pengadilan Negeri dapat mendelegasikan pembagian perkara kepada Wakil Ketua terutama pada Pengadilan Negeri yang jumlah perkaranya banyakPembagian perkara kepada Majelis/ Hakim secara merata dan terhadap perkara yang menarik pehatian masyarakat, Ketua Majelisnya KPN sendiri atau majelis khususSebelum berkas diajukan ke muka persidangan, Ketua Majelis dan anggotanya mempelajari terlebih dahulu berkas perkaraSebelum perkara disidangkan, Majelis terlebih dahulu mempelajari berkas perkara, untuk mengetahui apakah surat dakwaan telah memenuhi-syarat formil dan materilSyarat formil: nama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, tempat tinggal, pekerjaan terdakwa, jenis kelamin, kebangsaan dan agamaSyarat-syarat materiil:
  • Waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti);
  • Perbuatan yang didakwakan harus jelas di¬rumuskan unsur-unsurnya;
  • Hal-hal yang menyertai perbuatan-perbuatan pidana itu yang dapat menimbulkan masalah yang memberatkan dan meringankan.
Mengenai butir a dan b merupakan syarat mutlak, apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan (pasal 143 ayat 3 KUHAP)Dalam hal Pengadilan berpendapat bahwa perkara menjadi kewenangan pengadilan lain maka berkas perkara dikembalikan dengan penetapan dan dalam tempo 2 X 24 jam, dikirim kepada Jaksa Penuntut Umum dengan perintah agar diajukan ke Pengadilan yang berwenang (pasal 148 KUHAP)Jaksa Penuntut Umum selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari dapat mengajukan perlawanan terhadap penetapan tersebut dan dalam waktu 7 (tujuh) hari Pengadilan Negeri wajib mengirimkan perlawanan tersebut ke Pengadilan Tinggi (pasal 149 ayat 1 butir d KUHAP)Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip persidangan diantaranya pemeriksaan terbuka untuk umum, hadirnya terdakwa dalam persidangan dan pemeriksaan secara langsung dengan lisanTerdakwa yang tidak hadir pada sidang karena surat panggilan belum siap, persidangan ditunda pada hari dan tanggal berikutnyaKetidakhadiran terdakwa pada sidang tanpa alasan yang sah, sikap yang diambil:
  • sidang ditunda pada hari dan tanggal berikutnya
  • memerintahkan Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa
  • jika panggilan kedua, terdakwa tidak hadir lagi tanpa alasan yang sah, memerintahkan Penuntut Umum memanggil terdakwa sekali lagi
  • jika terdakwa tidak hadir lagi, maka memerintahkan Penuntut Umum untuk menghadirkan terdakwa pada sidang berikutnya secara paksa
Keberatan diperiksa dan diputus sesuai dengan ketentuan KUHAPPerkara yang terdakwanya ditahan dan diajukan permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan, maka dalam hal dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut harus atas musyawarah Majelis HakimDalam hal permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan dikabulkan, penetapan ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Hakim AnggotaPenahanan terhadap terdakwa dilakukan berdasar alasan sesuai Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) KUHAP, dalam waktu sesuai Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 KUHAPPenahanan dilakukan dengan mengeluarkan surat perintah penahanan yang berbentuk penetapanPenangguhan penahanan dilakukan sesuai Pasal 31 KUHAPDikeluarkannya terdakwa dari tahanan dilakukan sesuai Pasal 26 ayat (3) dan Pasal 190 huruf bHakim yang berhalangan mengikuti sidang, maka KPN menunjuk Hakim lain sebagai penggantinyaKewajiban Panitera Pengganti yang mendampingi Majelis Hakim untuk mencatat seluruh kejadian dalam persidanganBerita Acara Persidangan mencatat segala kejadian disidang yang berhubungan dengan pemeriksaan perkara, memuat hal penting tentang keterangan saksi dan keterangan terdakwa, dan catatan khusus yang dianggap sangat pentingBerita Acara Persidangan ditandatangani Ketua Majelis dan Panitera Pengganti, sebelum sidang berikutnya dilaksanakanBerita Acara Persidangan dibuat dengan rapih, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip-ex jika terdapat kesalahan tulisanKetua Majelis Hakim/ Hakim yang ditunjuk bertanggung jawab atas ketepatan batas waktu minutasiSegera setelah putusan diucapkan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti menandatangani putusanSegera setelah putusan diucapkan pengadilan memberi¬kan petikan putusan kepada terdakwa atau Penasihat Hukumnya dan Penuntut Umum.
Sumber:
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, halaman 26-28″Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 136-138. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA BIASA (DEWASA):

1

Petugas PTSP menerima berkas perkara;

2

Panmud Pidana meneliti kelengkapan berkas perkara

3

Petugas menginput data SIPP dan penomoran perkara, pencatatan dalam register induk (manual) kemudian menyerahkannya ke Panmud Pidana untuk kemudian diserahkan ke Ketua Pengadilan;

4

Ketua Pengadilan menetapkan Hakim/Majelis Hakim yang memeriksa perkara;

5

Panitera melakukan penunjukan panitera pengganti;

6

Petugas melakukan pencatatan penunjukan Hakim dan panitera pengganti ke dalam buku register;

7

Penyerahan berkas perkara kepada Majelis Hakim untuk dibuat penetapan hari sidang dan penahanan (jika ada);

8

Sebelum perkara disidangkan, Hakim/Majelis Hakim terlebih dahulu mempelajari berkas perkara untuk mengetahui apakah surat dakwaan telah memenuhi syarat formil dan materil.

–     Syarat formil: nama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, tempat tinggal, pekerjaan Terdakwa, jenis kelamin, kebangsaan dan agama

–     Syarat-syarat materiil:

a.   Waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti);

b.   Perbuatan yang didakwakan harus jelas di¬rumuskan unsur-unsurnya;

c.   Hal-hal yang menyertai perbuatan-perbuatan pidana itu yang dapat menimbulkan masalah yang memberatkan dan meringankan.

Mengenai butir a dan b merupakan syarat mutlak, apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan (pasal 143 ayat 3 KUHAP)

9

Panitera pengganti menerima berkas perkara dari majelis hakim/Hakim dan mengirim penetapan kepada staf untuk dikirim ke PU dan dicatat dalam register induk;

10

Proses persidangan (maksimal 5 bulan);

11

Penyusunan berita acara sidang harus sudah selesai sebelum sidang berikutnya. BA yang telah lengkap diserahkan oleh PP kepada Hakim  untuk penyusunan putusan;

12

Sidang pengucapan putusan;

13

Penyampaian petikan dan salinan putusan kepada Penyidik, JPU, Terdakwa dan Lapas

14

Berkas yang telah berkekuatan hukum tetap (BH) diserahkan ke Panmud Hukum untuk diarsip

Sumber:

KUHAP, Buku II, Daftar induk SOP Kepaniteraan Pidana, nomor SOP: 1192/DJU/OT.01.3/12/2018

 

TATA URUTAN PERSIDANGAN PERKARA PIDANA BIASA (DEWASA):

1

Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali perkara tertentu dinyatakan tertutup untuk umum);

2

Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan Terdakwa ke depan persidangan dalam keadaan bebas;

3

Majelis Hakim memeriksa identitas Terdakwa, ditahan sejak kapan, dan apakah Terdakwa sudah menerima surat dakwaan;

4

Majelis Hakim bertanya apakah Terdakwa dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa di depan persidangan (apabila menyatakan sehat dan siap, maka sidang dilanjutkan);

5

Majelis Hakim bertanya apakah Terdakwa akan didampingi oleh Penasihat Hukum atau menghadap sendiri. Majelis Hakim wajib menunjuk Penasehat Hukum dalam hal:

–     Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana 15 tahun atau lebih; atau

–     Terdakwa yang tidak mampu yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

(Pasal 56 ayat (1) KUHAP);

6

Majelis Hakim memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk membacakan surat dakwaan;

7

Setelah pembacaan surat dakwaan, Terdakwa ditanya apakah telah mengerti dan akan mengajukan eksepsi.

8

Dalam Terdakwa atau melalui Penasehat Hukumnya mengajukan eksepsi, maka diberi kesempatan untuk penyusunan eksepsi/keberatan dan kemudian Majelis Hakim menunda persidangan;

9

Setelah pembacaan eksepsi Terdakwa, dilanjutkan dengan tanggapan Penuntut Umum atas eksepsi;

10

Majelis Hakim membacakan putusan sela;

11

Apabila eksepsi ditolak, maka persidangan dilanjutkan dengan acara pemeriksaan pokok perkara (pembuktian);

12

Pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum (dimulai dari saksi korban), dilanjutkan saksi-saksi lainnya, termasuk saksi yang meringankan dan Ahli (bila ada)

13

Setelah acara pembuktian dinyatakan selesai, kemudian dilanjutkan dengan acara pembacaan Tuntutan (requisitoir) oleh Penuntut Umum

14

Pembelaan (pledoi) oleh Terdakwa atau melalui Penasehat Hukumnya;

15

Replik dari Penuntut Umum;

16

Duplik;

17

Putusan oleh Majelis Hakim.

Sumber:

KUHAP, Buku II

DASAR HUKUM

Dasar Hukum
    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
    2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman
    3. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Jo Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
    4. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2015 Jo Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan
    5. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
    6. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan.
    7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan
    8. Surat Edaran Mahkamah Agung R.I Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (empat) LingkunganPeradilan.
    9. Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
    10. Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2007 tentang Pemberlakuan Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
    11. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 026/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan.
    12. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 77/DJU/SK/HM02.3/2/2018 tentang Pedoman Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri Jo Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 3239/DJU/SK/HM02.3/11/2019 tentang Perubahan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan PeradilanUmum Nomor 77/DJU/SK/HM02.3/2/2018 tentangPedoman Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu PadaPengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 379 /DJU/PS.00/3/2020 hal Persidangan Perkara Pidana Secara Teleconference

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR PELAYANAN

Standar Pelayanan

2024 @ Template PN Tanjung Selor

Please publish modules in offcanvas position.