• (0552) 2027004
  • +62 813-5187-7720
  • This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
  • Senin - Kamis 07.30 - 16.00 WITA & Jumat 07.30 - 16.30 WITA

2. PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA ANAK JIKA UPAYA DIVERSI BERHASIL

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 
Image

Diversi dan Restoratif Justice

Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus ABH. Polisi, Kejaksaan dan Pengadilan serta Pembimbing Kemasyarakatan atau Balai Pemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS)sebagai institusi atau lembaga yang menagani ABH mulai dari anak bersentuhan dengan sistem peradilan, menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak hingga tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman dalam koridor keadilan restoratif. Hal itu selaras dengan :

  1. Deklarasi PBB tahun 2000 tentang Prinsip-prinsip pokok tentang Penggunaan Program-Program Keadilan Restoratif dalam permasalahan-permasalahan Pidana (United Nations Declaration on The Basic Principles on the Use of Restoratif Justice Programmes in Criminal Matters)
  2. Deklarasi Wina tentang Tindak Pidana dan Keadilan (Vienna Declaration on Crime and Justice : "Meeting the challanges of the Twenty-First Century") butir 27-28 tentang Keadilan Restoratif
  3. Kongres PBB ke-XI di Bangkok tahun 2005 tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (Eleventh United Nations Congress on Crime Prevention and Criminal Justice)pada butir 32 :"Persekutuan Strategis dalam Pencegahan tindak pidana dan peradilan pidana (Synergies and Responses : Strategic Alliances in Crime Prevention and Criminal Justice)"

Selanjutnya diatur dalam UU 11 tahun 2012 dan PERMA 4 tahun 2014

Menurut UU SPPA Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, yang bertujuan untuk:

  1. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
  2. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
  3. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
  4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
  5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Menurut PERMA 4 tahun 2014 Musyawarah Diversi adalah musyawarah antara pihak yang melibatkan Anak dan orang tua/wali, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional, perawakilan dan pihak-pihak yang terlibat lainnya untuk mencapai kesepakatan diversi melalui pendekatan keadilan restoratif. Sedangkan Fasilitator adalah hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan untuk menangani perkara anak yang bersangkutan. Diversi adalah pengalihan proses pada sistem penyelesaian perkara anak yang panjang dan sangat kaku. Mediasi atau dialog atau musyawarah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam diversi untuk mencapai keadilan restoratif.

Penghukuman bagi pelaku Tindak Pidana Anak tidak kemudian mencapai keadilan bagi korban, mengingat dari sisi lain masih meninggalkan permasalahan tersendiri yang tidak terselesaikan meskipun pelaku telah dihukum. Melihat prinsip prinsip tentang perlindungan anak terutama prinsip mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak maka diperlukan proses penyelesaian perkara anak diluar mekanisme pidana atau biasa disebut diversi. Institusi penghukuman bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak karena justru di dalamnya rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu acara dan prosedur di dalam sistem yang dapat mengakomodasi penyelesaian perkara yang salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif, melalui suatu pembaharuan hukum yang tidak sekedar mengubah undang-undang semata tetapi juga memodfikasi sistem peradilan pidana yang ada, sehingga semua tujuan yang di kehendaki oleh hukumpun tercapai. Salah satu bentuk mekanisme restoratif justice tersebut adalah dialog yang dikalangan masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan sebutan "musyawarah untuk mufakat”. Sehingga diversi khususnya melalui konsep restoratif justice menjadi suatu pertimbangan yang sangat penting dalam menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak.

Jika kesepakan diversi tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh para pihak berdasarkan laporan dari Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan, maka Hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan sesuai dengan Hukum Acara Peradilan Pidana Anak. Hakim dalam menjatuhkan putusannya wajib mempertimbangkan pelaksanaan sebagian kesepakatan diversi.

Dalam PERMA 4 tahun 2014 dijelaskan bahwa Diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah berumur 12 (dua belas) tahun meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang diduga melakukan tindak pidana (pasal 2). PERMA ini juga mengatur tahapan musyawarah diversi, dimana fasilitor yang ditunjuk Ketua Pengadilan wajib memberikan kesempatan kepada :

  1. Anak untuk didengar keterangan perihal dakwaan
  2. Orang tua/Wali untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan anak dan bentuk penyelesaian yang diharapkan
  3. Korban/Anak Korban/Orang tua/Wali untuk memberikan tanggapan dan bentuk penyelesaian yang diharapkan.

Bila dipandang perlu, fasilitator diversi dapat memanggil perwakilan masyarakat maupun pihak lain untuk memberikan informasi untuk mendukung penyelesaian dan/atau dapat melakukan pertemuan terpisah (Kaukus). Kaukus adalah pertemuan terpisah antara Fasilitator Diversi dengan salah satu pihak yang diketahui oleh pihak lainnya

DASAR HUKUM

Dasar Hukum
    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
    2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman
    3. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Jo Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
    4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang belum Berumur 12 (dua belas)
    6. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
    7. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2015 Jo Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan
    8. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
    9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan.
    10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan
    11. Surat Edaran Mahkamah Agung R.I Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (empat) LingkunganPeradilan.
    12. Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
    13. Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2007 tentang Pemberlakuan Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan
    14. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 77/DJU/SK/HM02.3/2/2018 tentang Pedoman Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri Jo Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 3239/DJU/SK/HM02.3/11/2019 tentang Perubahan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan PeradilanUmum Nomor 77/DJU/SK/HM02.3/2/2018 tentangPedoman Standar Pelayanan Terpadu Satu Pintu PadaPengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 379 /DJU/PS.00/3/2020 hal Persidangan Perkara Pidana Secara Teleconference
    15. Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 379 /DJU/PS.00/3/2020 hal Persidangan Perkara Pidana Secara Teleconference

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR PELAYANAN

Standar Pelayanan

2024 @ Template PN Tanjung Selor

Please publish modules in offcanvas position.